"Menangislah di pundakku." Jenar malah menidurkan dirinya di atas rerumputan yang kemudian disusul Galih. "Seakan-akan perasaan sedihku terbang ketika melihat langit," ungkap Jenar Galih menutup rapat mulutnya untuk mendengar Jenar menangis. Kata orang, hidup orang dewasa itu rumit, lantas mengapa di usianya sudah serumit ini? Apa besok akan lebih rumit lagi? Jika benar begitu, ia tidak akan ingin menjadi dewasa. Mungkin beberapa orang tidak menyadarinya, tetapi terkadang hidup memang tak adil. "Rasa sakit adalah temanku," sambung Jenar. "Kau terluka dan akan pulih." Mendengar itu isakan Jenar semakin jelas. "Ceritakan kabar baik." Jenar harap ada obat dalam lukanya, tetapi yang terjadi hanya keheningan. "Kenapa kau bertindak nekat tadi?" cerca Jenar mengingat insiden siang tadi. "Karena aku tahu kau menyukai buku." Lagi-lagi Jenar tak habis pikir. Jelas nyawa Galih lebih penting daripada segepok untaian huruf. "Galih." Yang dipanggil hanya diam tak menyahut. "Apa impian terbesarmu?" Galih berpusing mencari kata yang pas. "Menjadi tentara." ◇─◇──◇─────◇──◇─◇ 𝘉𝘦𝘣𝘦𝘳𝘢𝘱𝘢 𝘱𝘦𝘳𝘪𝘯𝘨𝘬𝘢𝘵; #373 𝘥𝘪 𝘤𝘦𝘳𝘱𝘦𝘯 #4 𝘥𝘪 𝘦𝘥𝘶𝘤𝘢𝘵𝘪𝘰𝘯 #2 𝘥𝘪 90𝘴 #22 𝘥𝘪 𝘬𝘶𝘯𝘰 #99 𝘥𝘪 𝘸𝘢𝘳 #117 𝘥𝘪 𝘩𝘪𝘴𝘵𝘰𝘳𝘪𝘤𝘢𝘭 #1 𝘥𝘪 𝘸𝘸2 #2 𝘥𝘪 𝘸𝘰𝘳𝘭𝘥 𝘸𝘢𝘳 #149 𝘥𝘪 𝘧𝘪𝘬𝘴𝘪 𝘴𝘦𝘫𝘢𝘳𝘢𝘩 #59 𝘥𝘪 𝘴𝘦𝘫𝘢𝘳𝘢𝘩