Aku masih mengingat hari itu, hari dimana semua cerita menguap begitu saja membiarkan aku tenggelam dalam duka.
Hari itu, dibalik pintu tanpa sengaja aku menguping sebuah pembicaraan, yang sayangnya disana aku menjadi topik utama.
Mereka membicarakanku, lebih tepatnya alasan adanya aku dalam kehidupannya.
___________________________
"Lo gila ya Yan, maksud lo apaan sih pake nembak si Erika depan semua orang ? Lu gak mikirin perasaan Rexa apa kalau dia lihat kelakukan lu ini hah ?"
Aku mengenali suara itu, suara laki-laki bertubuh sedikit berisi, tinggi, dengan berbagai barang bermerk yang selalu ia kenakan. Yaa, itu suara Raka.
Lalu suara yang lebih aku kenali membalas ucapan lawannya.
"Lu tau sendiri anjing, gue gak pernah suka sama Rexa, lu juga tau Rexa itu cuma bahan taruhan, gue sama dia bakalan bertahan 5 bulan doang, kalau duit taruhan udah ada di tangan gue, Rexa bakal langsung gue buang dari hidup gue, gak sudi gue punya pacar kayak dia"
Suara itu, suara yang memang selalu sedikit meninggi bila berbicara denganku, atau berbicara mengenai diriku. Suara itu selalu menyakitkan. Namun kali ini, mungkin terlalu menyakitkan.
Apalagi setelah kalimat dengan intonasi rendah beserta ribuan jarum yang ikut keluar dari mulutnya, lalu menancap begitu tepat pada hatiku.
"Lu tau sendiri Ka, gue dari dulu cinta sama Erika, cuma dia."
Kalimat itu menghancurkanku tanpa menunggu waktu yang lama.
_________________
Ini kisahku, Rexanne Xantara.