[FOLLOW DULU, BEBERAPA PART DI PRIVATE]
Fauzan Rajendra, pria yang sudah matang dalam segi umur, namun masih enggan mengikat wanita manapun untuk dijadikan pendamping hidupnya.
Kelima sahabat karibnya sudah berkeluarga, bahkan sudah memiliki buntut masing-masing. Namun, hal itu tak sedikitpun membuat Fauzan tertarik untuk merajut sebuah ikatan sakral yang dinamakan pernikahan.
Banyak mata yang memandangnya seperti orang yang tak punya masa depan, suram. Namun tak ada yang tahu, kalau hidupnya sudah tarlampau kelam. Fauzan enggan menarik diri dari warna hitam yang selama ini menjadi temannya sehari-hari.
Adya Harsha, seorang perempuan yang berhasil menorehkan warna-warna lain dihidup Fauzan. Namun sayangnya, Fauzan tak pernah mengizinkan siapapun untuk menciptakan pelangi dihidupnya.
Karena Fauzan tahu, keindahan pelangi hanya sementara. Dan ia pernah merasakan 'kesementaraan' itu yang berhasil meninggalkan jejak luka, dihatinya.
Menikah karena dijodohkan dengan seorang yang dari segala sisi sempurna Arina mengira jika dirinya akan bahagia bersama dengan pilihan orangtuanya, tapi rupanya hidup tidak berjalan seperti yang Arina inginkan.
Sadewa Natareja, pria yang masuk ke dalam jajaran anggota dewan rakyat paling muda ini nyatanya tidak bisa menjadikan Arina sebagai seorang istri yang seutuhnya. Pengorbanan Arina menerimanya yang berstatus duda dan merawat anaknya yang berusia kurang dari satu tahun nyatanya tidak bisa membuat Dewa mencintai Arina seperti dirinya mencintai istri pertamanya, Husna.
Dimata Dewa, Arina tidak lebih dari seorang wanita yang dipilihkan ibunya untuk menjadi teman dibawah atap yang sama dan sosok yang menjadi ibu untuk putra kesayangannya sebaik apapun Arina berusaha menjadi istri yang baik untuknya.
Semua hal yang dilakukan Arina serasa tidak berarti sama sekali sampai akhirnya Arina lelah sendiri, meraih cinta suaminya nyatanya hal yang mustahil bagi Arina. Perlahan, Arina menjauh membangun benteng tinggi yang membuat Dewa tersadar betapa seharusnya dia bersyukur memiliki Arina dalam hidupnya.
Sayangnya, semuanya sudah terlambat.
"Mas Dewa, aku capek."