"Boleh ku tanya apa kesan pertamamu, ketika melihatku untuk yang pertama kalinya?" Julia memicingkan matanya, tanpa ragu dia menjawab pertanyaan dari sahabatnya itu. "Aku iri padamu." "Boleh ku tau alasannya apa?" Keheningan menyelimuti atmosfer keduanya, begitu mencekik hingga seorangpun tak dapat menelan makanannya sendiri. Keduanya menatap dengan tatapan yang sulit diartikan. Kemudian Julia meletakan garpu ditangannya perlahan, "Aku merasa kamu lebih dari sekedar orang yang mengesankan. Di pertemuan pertama kita, bahkan seorangpun tak mengenal siapa dirimu. Dan kamu dengan begitu percaya dirinya, tanpa menunduk atau merasa minder... Menjabat tangan mereka dengan pasti." Sekali lagi julia menghela nafasnya berat, "Lalu ketika kamu dihadapkan dengan orang-orang yang berbeda, kamu akan menyesuaikan bagaimana cara mereka bergaul." Julia mengalihkan pandangannya dari orang itu, dia memandang keluar jendela untuk mengalihkan tatapan iri-nya. Dengan tatapan kosong dia mengaduk-aduk muffin yang ada dimeja, "Matamu jernih dan dalam seperti lautan, tak ada ujungnya. Sikapmu tegas tapi terlihat seolah malas, seperti singa yang tengah ingin tertidur. Walaupun kamu tak banyak tersenyum dihadapan mereka, tapi orang-orang akan luluh dengan argumen yang kamu ajukan pada waktu yang bersamaan. Aku iri padamu yang seperti itu." Gadis di depannya memandang julia, 'untuk apa dia merasa iri dengan hal-hal kecil seperti itu? Dia dan aku sama, kami memulainya bersamaan. Dia terlalu melebih-lebihkan apa yang ada.' Walaupun demikian, dia tetap menampilkan sosok yang tenang. Julia menatap mata gadis itu, "Dan kamu tau, kalau aku itu tidak seperti dirimu? Aku bahkan tidak memiliki keberanian untuk masuk dalam lingkungan pergaulan sendiri. Pada saat itu aku didampingi oleh kakak sepupuku, dan aku bertanya-tanya siapa orang didepan ku. Yang berani masuk dan memperlihatkan kepercayaan dirinya itu." Gadis itu tersenyum, "Aku tak sama seperti yang kau gambarkan julia."All Rights Reserved
1 part