"Boleh aku meminta sesuatu lagi?" Aksa menggigit bibir bawahnya. Ada kobaran api nafsu pada sepasang netranya tatkala pertanyaan itu mengudara. Kedua ibu jarinya membelai lembut pipi Candra.
Debar dada gadis itu kian lama kian tak beraturan. Dilema tercipta, sehingga pertanyaan itu tidak bisa dengan cepat ia jawab. Antara 'ingin' yang didorong rasa cinta mengembara, dan 'tidak ingin' karena di sudut hati kecilnya masih berpendar cahaya kesadaran pada yang Maha Melihat.
"Tap-tapi ... aku takut ...."
"Kamu akan baik-baik saja ...." Suara lembut Aksa mengalun di telinganya.
'Aku sangat mencintainya, juga sudah lama menanti agar dia mencintaiku,' pikir Candra.
Kemudian entah dorongan dari mana, Candra mengangguk kecil. Aksa tersenyum simpul.
Sore itu, di ruangan OSIS---yang hanya ada ia dan Aksa---disaksikan langit mendung, seolah bersedih atas jawaban Candra, gadis lugu itu tersesat pada jurang kemaksiatan atas dorongan sebuah rasa yang bernama cinta.
'Apakah benar ini adalah cinta?' hatinya berbisik lirih
Kaesar Morvayn Leonard, pemuda yang dikenal sebagai pemimpin geng Morvaylus, hidup dalam kekacauan dan pemberontakan. Namun, hidupnya berubah ketika ibunya mengungkap rahasia tentang ayah kandung yang selama ini tidak pernah ia kenal.
"Ibu akan menikah lagi. Keluarga calon suami Ibu... mereka tidak menerima masa lalu Ibu yang memiliki anak," ucap Marcia dengan suara serak.
"Kae, kamu harus menemui ayahmu. Kamu tidak bisa tinggal di sini lagi."
Terpaksa meninggalkan rumah, Kae memulai perjalanan untuk menghadapi masa lalu dan mencari jawaban, sambil melawan kemarahan dan rasa hampa yang membelenggunya.