Hyang wulan menjelma rupa gadis kemayu. Ia tersesat di satelit bentala. Separuh hayat telah balik asal, bak terjerat sarkofagus zaman megalitikum. Angan-angan bertebaran di cakrawala, merekat pada dinding helaian mega. Sesekali mereka mengacau, sebab tak kunjung menapaki bumi serta jemu hinggap pada insan yang asik menjamu lara. Eirene hanyut, terseret arus mala kala derasnya sapa nestapa. Namun, ia tetap angkuh meraih angan yang kian menjauh serta menghadapi insan-insan badung yang mengusik atma. Angannya terlampau primitif, yakni sekadar jenggama bergelimang puspa, bukan luka yang mengiris sadar. Hingga tenggatnya tiba, ia mesti memutuskan. Menghidupi derita yang tak diketahui kapan usai atau berlayar seorang diri menuju suryaloka dengan menggenggam mimpi-yang tidak diperlukan insan di bumi. Peringatan: Baca saja dengan sepenuh hati, di dunia ini kabut derita menerpa ribuan insan.