5 parts Ongoing Di sebuah pantai yang diterangi api unggun dan jutaan bintang, sebuah malam kaderisasi himpunan mahasiswa seharusnya berjalan seperti biasa-diisi canda tawa, keakraban, dan sedikit materi keorganisasian. Namun, sebuah celetukan jenaka tentang Bahtera Nuh menyulut percikan api yang tak terduga, menyeret sebuah lingkaran diskusi ke dalam badai perdebatan sengit tentang eksistensi Tuhan, iman, dan logika.
Subchan, seorang senior yang jenuh dengan pertarungan argumen yang terasa hampa, justru menemukan percakapan yang lebih jujur di sudut yang lain. Bersama Wulan, juniornya yang tenang dan membumi, serta beberapa kawan lainnya, ia mulai membentangkan sebuah peta filsafat yang rumit. Perjalanan mereka tidak hanya berhenti pada perdebatan, melainkan masuk lebih dalam ke fondasi pemikiran itu sendiri.
Mereka menyusuri dua dimensi utama filsafat: Ontologi, kajian tentang hakikat "ada" dan "tidak ada" ; dan Epistemologi, pertanyaan tentang batas dan kemungkinan pengetahuan manusia. Pergulatan inilah yang memaksa mereka menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang mengguncang nalar:
Jika "tidak ada" itu ternyata ada, lalu apa sebenarnya wujud dari ketiadaan itu?
Dan di tengah lautan informasi dan keyakinan, bagaimana cara kita tahu bahwa kita benar-benar tahu?
"Gema Fikir di Tepi Ombak" adalah sebuah novel dialogis yang mengajak pembaca untuk ikut duduk dalam lingkaran, merasakan hangatnya api, dinginnya angin laut, dan pusingnya bergulat dengan gagasan-gagasan besar. Ini bukan tentang menemukan jawaban, melainkan tentang keberanian untuk terus bertanya di tepi samudra pemikiran yang tak berbatas.