Story cover for My Sleeping Prince [On Going] by iamlisa00
My Sleeping Prince [On Going]
  • WpView
    Reads 22
  • WpVote
    Votes 5
  • WpPart
    Parts 1
  • WpView
    Reads 22
  • WpVote
    Votes 5
  • WpPart
    Parts 1
Ongoing, First published Dec 03, 2021
"Aku takut, Dev! aku takut mengharapkan dunia yang aku nggak tahu nyata atau cuma mimpi ini! Aku takut kamu itu cuma sebatas imajinasi ku aja!" jelas Abira sembari terisak, Devano sedikit tersentak, ia memang sudah tahu kalau ia hanya sebatas imajinasi untuk Abira.

"Aku nggak peduli, Ra! aku  nggak peduli kalau aku ini cuma sebatas mimpi buat kamu, tapi seenggaknya buat aku jadi mimpi indah kamu Ra," mohon Devano sembari menggenggam erat jemari Abira.


~My Sleeping Prince~
start: 4/12/21
All Rights Reserved
Table of contents
Sign up to add My Sleeping Prince [On Going] to your library and receive updates
or
#240devano
Content Guidelines
You may also like
74/366 by lthfyyhm16
5 parts Ongoing
Arifah, seorang siswi yang ceria, mendapati hatinya berdebar tak menentu setiap kali tatapannya tak sengaja bertemu dengan seorang adik kelas yang menyimpan aura misterius. Pertemuan singkat di lorong sekolah menjadi momen-momen kecil yang membekas, di mana senyum simpul dan lirikan mata menjadi bahasa rahasia yang hanya mereka berdua pahami. Di balik kesibukan masing-masing, sesekali notifikasi pesan singkat hadir sebagai jembatan kecil yang menghubungkan dunia mereka. Awalnya, bagi Arifah, interaksi yang terbatas ini sudah cukup untuk menghadirkan kehangatan di tengah hari-harinya. Namun, seiring berjalannya waktu, perasaan yang awalnya samar mulai bertransformasi menjadi harapan yang lebih mendalam. Ia mulai membayangkan percakapan yang lebih panjang dari sekadar sapaan singkat, sebuah kedekatan yang nyata di luar batas layar ponsel. Impian tentang berbagi tawa dan cerita dalam dunia nyata mulai memenuhi benaknya. Namun, tanpa sepengetahuan Arifah, sang adik kelas ternyata masih dibayangi oleh kenangan masa lalu yang belum sepenuhnya terlepas. Jejak-jejak kisah lama itu perlahan mulai menciptakan jarak tak kasat mata di antara mereka, mewarnai setiap tatapan dan pesan singkat dengan keraguan. Kini, Arifah dilanda kebimbangan yang mendalam. Haruskah ia terus melangkah dalam hubungan tanpa status ini, menikmati setiap interaksi kecil namun dihantui ketidakpastian masa depan? Atau justru lebih baik ia menarik diri sekarang, sebelum perasaannya semakin dalam dan ia terpaksa menghadapi risiko terluka oleh bayang-bayang masa lalu yang masih menghantui hati adik kelas itu? Ketakutan akan patah hati membayangi setiap senyum dan pesan singkat yang ia terima, memaksa Arifah untuk mempertimbangkan pilihan yang paling aman bagi perasaannya di tengah dinamika cinta masa SMA.
Don't Talk About Money by catheryn99
55 parts Complete
Pernah ga sih? Kalian sekelas sama anak beasiswa yang ganteng banget, pinter banget, tapi juga sombong banget. Padahal dia tuh miskin banget :( Bukannya Irin judging nih, tapi pernah sekali waktu dia sekelompok sama Tama dan maksa buat kerkel di rumahnya untuk tugas akhir mata kuliah Bahasa Indonesia, dan Irin baru tahu, ternyata di Jakarta masih ada ya rumah yang base nya dari kayu tanpa di semen. Letaknya dalam gang kumuh yang bau sampahnya kemana-mana. Tapi jujurly, kalian ga bakal lihat Tama seperti lingkungannya itu, walau dia juga ikut milah sampah yang bisa di daur ulang atau bisa dijual lagi sama bapaknya, semua hal ini yang mendukung Tama mendapat beasiswa untuk berkuliah di universitas terbaik, di tempat yang sama dengan Irin, lewat jalur surat keterangan tidak mampu. Tapi Irin sangat kagum sama Tama, bukan karena wajahnya aja yang tampan, walau hidup Tama terlihat jauh lebih susah dari Irin yang turun naik Jazz ke kampus, Tama ga pernah sekalipun terlihat mengeluh, ga kaya Irin yang perasaan hidupnya ngeluh mulu, malah pinter juga masih pinteran Tama, makanya Irin suka sama Tama, kalo kata Irin sih suka aja, ga yang gimana-gimana, tapi Irin tuh jadi suka ngintilin Tama, minta sekelompok sama Tama, minta diajarin Tama, mau makan bareng Tama atau bawain bahkan beliin Tama makanan, nawarin Tama balik bareng, mau main ke rumah Tama, sampai Tama tuh jengah, dan dari situ Irin menyimpulkan Tama sombong berikut berpemikiran sempit. "Kamu bisa ga? Ga usah dekat-dekat dengan saya? Saya ga butuh belas kasihan kamu, Irin. Jangan bawain saya makanan lagi, ga perlu tawarin saya pulang bareng kamu karena saya bisa sendiri. Jangan masuk ke dunia saya karena kamu tidak cocok. Kamu tidak perlu menempatkan diri sebagai saya karena kamu tidak tahu bagaimana kehidupan saya berjalan. Tapi di luar semua itu, saya bisa menjalankan hidup saya sendiri, tanpa bantuan kamu" Tapi, prinsip Irin tetap satu sejak awal. "Kamu lihat aja, kamu bakal balik dan ngemis cinta sama aku!"
You may also like
Slide 1 of 10
74/366 cover
AIRA [On Going] cover
INI CINTA BUKAN BENCI cover
Keangkuhan Cinta [END] cover
Hug me! (my lady) cover
Don't Talk About Money cover
LOVE SENIORS(SLOWED UP) cover
secret AMIRA (END) cover
ALRIN cover
Living with Brothers  [TAMAT]✓ cover

74/366

5 parts Ongoing

Arifah, seorang siswi yang ceria, mendapati hatinya berdebar tak menentu setiap kali tatapannya tak sengaja bertemu dengan seorang adik kelas yang menyimpan aura misterius. Pertemuan singkat di lorong sekolah menjadi momen-momen kecil yang membekas, di mana senyum simpul dan lirikan mata menjadi bahasa rahasia yang hanya mereka berdua pahami. Di balik kesibukan masing-masing, sesekali notifikasi pesan singkat hadir sebagai jembatan kecil yang menghubungkan dunia mereka. Awalnya, bagi Arifah, interaksi yang terbatas ini sudah cukup untuk menghadirkan kehangatan di tengah hari-harinya. Namun, seiring berjalannya waktu, perasaan yang awalnya samar mulai bertransformasi menjadi harapan yang lebih mendalam. Ia mulai membayangkan percakapan yang lebih panjang dari sekadar sapaan singkat, sebuah kedekatan yang nyata di luar batas layar ponsel. Impian tentang berbagi tawa dan cerita dalam dunia nyata mulai memenuhi benaknya. Namun, tanpa sepengetahuan Arifah, sang adik kelas ternyata masih dibayangi oleh kenangan masa lalu yang belum sepenuhnya terlepas. Jejak-jejak kisah lama itu perlahan mulai menciptakan jarak tak kasat mata di antara mereka, mewarnai setiap tatapan dan pesan singkat dengan keraguan. Kini, Arifah dilanda kebimbangan yang mendalam. Haruskah ia terus melangkah dalam hubungan tanpa status ini, menikmati setiap interaksi kecil namun dihantui ketidakpastian masa depan? Atau justru lebih baik ia menarik diri sekarang, sebelum perasaannya semakin dalam dan ia terpaksa menghadapi risiko terluka oleh bayang-bayang masa lalu yang masih menghantui hati adik kelas itu? Ketakutan akan patah hati membayangi setiap senyum dan pesan singkat yang ia terima, memaksa Arifah untuk mempertimbangkan pilihan yang paling aman bagi perasaannya di tengah dinamika cinta masa SMA.