Tahun terakhir SMA, aku habiskan dengan banyak utang. Utang jajan pada Iris yang selalu ikhlas membelikannya untukku. Utang nilai kimia pada Lula yang sabar mengajariku. Utang bensin pada Ramlan yang bersedia mengantarku pulang. Dan ketiganya, perlahan segera aku bayar. Namun, ada satu utang yang membuatku sesak siang malam. Utang yang sangat sulit terbayarkan. Utang yang tidak sengaja aku ciptakan. Tak lain dan tak bukan adalah utang jawaban atas setiap pertanyaan, "Mau kuliah di mana tahun depan?"