Kehilangan kedua orang tua di usia yang masih terbilang dini, membuatku hampir kehilangan semangat. Takdir masih berpihak kepadaku, dengan mendatangkan seseorang yang mau mengangkatku menjadi bagian dari keluarga mereka. Banyak hutang budi yang harus kutebus di kemudian hari. Berkat jasa-jasa keluarga angkatku, aku mampu mencapai segala ingin dan cita-citaku. Namun, dibalik semua itu. Banyak beban dan tekanan yang aku lalui dengan sulit. Ujian kian datang silih berganti. Membuat bahuku harus benar-benar kuat, di hidupku yang hanya sebatang kara ini. Di tengah keluarga yang mengangkatku, ada seorang pria yang cukup menarik perhatianku. Bukan hanya perhatian tetapi lebih tepatnya hatiku. Bisa dikatakan ia adalah cinta pertama bagiku. Pria itu adalah pria yang tak pernah mengharapkan kehadiranku sejak awal di keluarga tersebut. Aku cukup sadar diri, tak ingin dikatakan sebagai anak angkat tak tahu diri. Aku tak berhak jatuh cinta kepada kakak angkatku. Terlebih, pria itu rupanya sangat membenciku. Karena suatu kesalahan, aku harus menikah dengan pria itu. Pria yang terus membuat hatiku bergetar setiap kali menyangkut tentangnya. Sikapnya sangat dingin, ia sering menekanku untuk melakukan hal-hal yang aku sendiri merasa tak mampu. Jujur, aku sudah tak sanggup dengan semua ini. Sebagai seorang perempuan, aku juga ingin menjalani rumah tangga yang bahagia seperti mendiang kedua orang tuaku. Aku seperti anak dan istri figuran dalam kehidupan ini. Keberadaanku mulai tak berarti bagi mereka. Aku seperti ada dan tiada di mata suamiku. Entah sampai kapan aku harus bertahan, dan untuk akhirnya akan seperti apa, aku pun tak tahu.