"Erin, perusahaan ini dan rumah besar itu milik Ayahku bukan milikku, aku tidak memiliki apa-apa selain rumah dinas sederhana yang sekarang aku tempati, maka lihatlah aku sebagai diriku sendiri, Erin, jangan lihat aku anaknya Pak Wijaya." Bima menarik dagu Erin hingga wajahnya terangkat dan menatapnya. *** Tangannya terulur, pelan dan sangat hati-hati Jodi mengusap kepala Erin. Senyum samar terlukis di bibirnya. Biarlah untuk saat ini seperti ini, hanya butuh bersabar. Hingga mungkin suatu saat Erin memberikan cinta untuknya. Akan selalu dia tunggu hingga saat itu tiba, meski hingga diujung waktunya. *** Akan lebih baik jika hilang ingatan sehingga luka ini tidak terasa amat sakit. Begitu hampa tanpanya. Dia yang paling aku cinta telah pergi untuk selamanya. Sakitnya 'tak terperi ketika merindui orang yang kita tahu tidak akan pernah kembali__Erina.