Cinta itu indah, katanya.
Tapi bagi Nayla Khalisa, cinta adalah luka yang perlahan mengikis dirinya.
Dulu, Faris Mahendra mengejarnya tanpa henti. Di mana pun Nayla berada, Faris selalu ada. Perhatian, hangat, penuh kasih sayang. Pria itu melakukan segalanya untuk mendapatkan hati Nayla yang awalnya tidak pernah memikirkan cinta padanya. Perlahan, Nayla membuka hati dan mereka menikah. Seharusnya itu menjadi awal kebahagiaan selamanya. Seharusnya cinta Faris tidak akan berubah.
Namun, seiring waktu, Faris tak lagi sama. Tatapannya tak lagi hangat, sentuhannya terasa asing, dan ucapannya semakin dingin. Cinta yang dulu diperjuangkannya dengan sepenuh hati kini berubah menjadi kejenuhan semata.
Di tengah upayanya mempertahankan rumah tangga yang kian rapuh, Nayla bertanya-tanya: masihkah ada cinta di antara mereka, atau hanya sisa-sisa kenangan yang perlahan memudar?
Ketika cinta hadir bersama luka, akankah Nayla tetap bertahan atau memilih melepaskan?
Mereka adalah sepasang suami istri yang dulu saling mencinta. Tapi cinta tak pernah cukup ketika diam-diam salah satu dari mereka dipaksa menelan luka sendirian.
Elisa pergi tanpa pamit-meninggalkan rumah, cincin, dan sebuah surat cerai. Tak ada penjelasan, tak ada alasan. Hanya hilang, seolah cinta mereka tak pernah nyata.
Lima tahun kemudian, Calvin menemukan Elisa lagi, berdiri di antara rak-rak buku dan debu kenangan. Namun ia tak hanya menemukan mantan istrinya... ia juga menemukan rahasia besar yang selama ini tersembunyi, yaitu bahwa ia telah menjadi seorang ayah tanpa pernah ia ketahui.
Dihantui rasa bersalah dan rindu yang belum usai, Calvin mencoba merebut kembali hati perempuan yang dulu ia cintai. Tapi bagaimana jika semua itu sudah terlambat? Apakah cinta cukup untuk menyembuhkan luka yang dibiarkan berdarah begitu lama?