Bagi Laith, menghadapi pikiran kelewat normal ayah dan kakaknya saja sulitnya sudah setengah mati. Belum lagi tingkah dan kekritisan berpikir keponakan tercinta yang baginya lebih cerdas dibanding anak seumuran. Ini, hidupnya dibuat semakin kalang kabut karena sang pujaan hati dilecehkan dosen mereka sendiri. Jika tak melelahkan, Laith mungkin tak akan henti mengeluarkan sumpah serapahnya. Syukurnya, Tuhan sayang Laith. Bertemu perempuan antah-berantah yang takut mati hanya karena di akhirat tak ada wifi--katanya--membuat lelaki itu tak jadi menjatuhkan diri dari atas jembatan. Tidak! Hidupnya tak sungguh baik, justru ... semakin rumit. Harap maklum, ini bukan cerita ringan yang bisa kaubaca untuk melepas penat. Tuhan masih akan menjadi poros utama cerita ini ada dan berputar-putar di sana. Lewat sudut pandang, kemurnian sosok anak kecil, temu, duka, juga ... cinta. Kelamkari; cita yang berwarna. ________________ Kumohon, kosongkan kefanatikan sebelum membaca cerita ini. Karena wadah yang penuh, tak akan dapat menampung apa-apa yang baru.