Rima Fitriyani dan Agam Budi Prasetyo berteman sejak kecil. Jarak usia mereka berselisih tiga tahun, tapi mereka bisa care dalam kegiatan apapun. Mereka sempat berpisah ketika kuliah, tapi bertemu lagi di perusahaan yang sama. Rima pikir mereka akan akrab kembali seperti dulu, tapi ternyata tidak. Kondisi akhir pertemanan mereka yang tidak baik masih membekas. Budi panggilan akrab Rima pada temannya itu selalu menghindarinya. Mereka memang beda departemen, tapi ada kalanya mereka bertemu. Pertemuan itu biasanya saat meeting, istirahat. Mereka sering berpapasan tapi seperti orang yang tidak kenal. Lelaki yang semakin terlihat manis itu tetap tidak melihat apalagi menyapa. Tiga tahun bersama tanpa ada perbaikan pertemanan, Budi dipindahtugaskan. Dengan susah payah, Rima menemui Budi di hari terakhir di perusahannya. Tapi lelaki itu tetap tak peduli, dia pergi begitu saja tanpa sebuah kata. Rima menangis dalam kesendirian di kamar mandi. Bayangannya menjelajah saat mereka sekolah. Belajar bersama, bercanda bahkan bermain bersama. Semuanya indah dan menyenangkan. Tapi ketika dia mengingat tiga tahun di sini, semua menyedihkan. Jika mereka terpaksa bertemu hanya tatapan tajam seperti mata elang. Bentuk wajah diamond membuat ekspresi wajahnya makin tegas dan terlihat seram. Berbanding terbalik saat dia dulu selalu tersenyum manis pada Rima. Hampir setengah jam Rima di kamar mandi dan saat kembali di kursinya dia terkejut menemukan sebuat amplop putih dengan tulisan tangan yang sangat dia kenal. Wajah Rima seketika cerah tapi langsung mendung saat membaca isinya. Isi surat itu pula yang akhirnya membuat Rima membulatkan tekad hingga merubah arah hidupnya.