Aku menatap sinis cowok tampan disampingku yang dari tadi tersenyum bahagia dan tak melepaskan genggam tangannya di tanganku. Aku bahkan bertanya-tanya apa yang membuatnya begitu bahagia. Ah, apa karena dia sudah bertemu Ashana dan jatuh cinta pada pandangan pertama? Kalau benar, bukankan itu bagus? Tidak, itu adalah kabar yang menggembirakan. Ehem, aku harus mengontrol ekspresiku. Tidak boleh terlihat bahagia karena ini kesempatanku. "Lian, aku ingin kita putus!" Aku mendengar cowok tampan itu yang tidak lain adalah Lian, menghela napas mendengar perkataanku barusan. "Apa kau tidak bosan mengatakan itu, Sia? Ini sudah ke 263 kali kau mengucapkan itu." "Seharusnya aku yang mengatakan itu! Apa kau tidak muak mendengar aku mengatakan itu?" "Tentu saja tidak. Karena aku tidak pernah menganggap serius perkataanmu itu." Dia tersenyum manis dan aku sudah terbakar oleh amarah. Ingin sekali ku buang dia ke kandang buaya. Gara-gara dia hidupku tidak pernah merasakan ketenangan. Aku muak. Tiba-tiba dia menatapku dengan lembut dan raut wajah bahagia. Dan aku mengangkat alisku heran. "Asia, aku sudah bilang ke orang tua kita kalau kita akan menikah setelah kau lulus. Dan mereka menyetujuinya." "APA??" Sejak kapan dia melamarku? Ini bencana!