"Gelapku akan lebih indah jika Tia dapat menangkap indahnya surya." Raga mengangkat pipi Adhira, menatap bola mata istrinya dengan dalam-dalam. "Gelap dalam dinginnya tembok sengsara?" tanya Adhira dengan penuh penegasan. "Sengsara untuk Tia? Tidak ada sengsara untuk Tia, Dhira. Akan lebih sengsaranya aku jika melihat anak manis itu tak mampu menaiki tangga masa depannya dengan percaya diri." Lagi dan lagi, Raga meyakinkan Adhira. Sungguh hancurnya Adhira kini, anak atau suami yang ia pilih?