Ada banyak dendam. Kau bisa menyimpannya atau menuntaskannya segera. Jika kau menyimpannya, ia akan tumbuh sebagai api. Terus menerus menyala. Jika kau ingat sesekali saja, ia akan membakar isi kepalamu. Ia membakar dadamu dan seluruh sendirimu. Mungkin kau bisa meninju tembok, menghajar pohon pisang atau melempar bantal untuk memadamkannya. Tapi kau tahu, ia tak akan pernah benar-benar padam. Jika kau menuntaskannya. Barangkali kau perlu melakukannya dengan cara yang lebih menyakitkan. Lebih jahat. Misalnya, kau bisa membuat tuli sahabat yang pernah minfitnahmu di depan sahabatmu yang lain. Caranya? Kau bisa menemuinya, menampar telinganya sekeras mungkin, atau membawa air keras dan menjejalkan sampai penuh di telinganya. Kau juga bisa membuatnya gegar otak dengan menghantam kepalanya ke tembok. Menimpuknya dengan batu bata, lalu kau segera berlari pergi meninggalkan jejak. Tidak boleh ada yang tahu di tempat yang penuh dengan hukum ini. Balas dendam adalah kejahatan, meskipun kau tahu, itu adalah hakmu. Tapi kau memang akan susah membalas untuk satu dendam ini. Dendam pada bapak kandungmu! Kau ingin membuatnya pincang? Kau mau membuatnya gegar otak? Kau pasti takut. Kau tahu, kau banyak berhutang budi, hutang hidup bahkan. Semua orang juga tahu itu. Maka beban-beban moral itulah yang menghalangimu. Andai saja kau bisa membuang dan melupakan hutang-hutang itu, barangkali sudah lama kau benamkan bapakmu ke dalam sumur. Atau kau potong kemaluannya. Atu kau bakar rumahnya. Tapi kamu memang--seperti kebanyakan orang--tidak berani. Kau belum merasa menjadi manusia bebas. Bahkan kau belum berani menukar jiwamu pada iblis. Maka sekarang. Kau tersiksa sendiri dengan api yang menyala dalam dadamu itu.
4 parts