"Hidup itu perihal menyambut kehilangan dan merayakan kepergian". Ucap Arkan pada Aluna. "Jadi, kalaupun suatu saat gue pergi, jangan nangis ya?" Lanjutnya. Aluna menatap lekat bola mata Arkan, seperti tidak setuju dengan perkataan Arkan. "Arkan? Duka itu ngga bisa dilewati hanya dengan kebahagiaan, Kan. Namanya aja duka, masa iya ngga ada tangisan". Ucap Aluna, lembut. Arkan terkekeh pelan mendengar penuturan Aluna. Ya memang tidak ada yang salah sih. "Aluna, lo ngga berhak buat sedih kalau gue ninggalin lo, lo cuma berhak bahagia, Lun." _karena selama ini gue cuma bisa ngasih luka terperih buat lo._ "Tapi, satu yang harus diingat. Arkan, kamu ngga boleh pergi. Aku sayang kamu. Kalaupun iya suatu saat nanti kamu pergi, izinkan aku buat terus mengenang nama kamu dihidup aku. Karena aku tahu, aku ngga bisa ngelakuin apa apa buat nyegah takdir tuhan." Air mata Aluna yang sudah dari tadi ia tahan, menetes dari mata indah Aluna. Membuat tangan Arkan yang lemah mengangkat untuk mengusap air mata yang turun dari wajah gadis itu. Nyatanya, yang kelihatan bahagia, ternyata punya luka yang sebenarnya. Kisah ini punya lika liku tersendiri. Jadi mari kita simak, kisah yang punya sejuta luka.