"Kalvan, the sunset is beautiful isn't it?" Saat kalimat itu keluar untuk pertama kalinya, dia mengalihkan matanya ke arahku. Menatapku dengan tatapan yang memiliki seribu makna. Dibawahkan langit senja kami saling menatap satu sama lain cukup lama. Mencerna kalimat yang dalam sekejap dapat mengubah atmosfer sekitar. Dia, Kalvan Mahendra, kekasih satu setengah tahunku yang selama itu aku memeluk raganya tapi tidak dengan jiwanya, tersenyum tipis. Sangat tipis seolah dirinya tidak niat untuk memberikan senyumnya. Didetik selanjutnya dia kembali melihat matahari sore yang kian lama terbenam seolah air laut itu menariknya dari pandangan manusia. Hampir dua menit kami terdiam. Membiarkan semilir angin laut sore mengisi keterdiaman ini. Tiba-tiba dia mengeluarkan suara beratnya. Suara yang mungkin akan selalu kurindukan mengalun di telinga ini. "Iya." Satu kalimat yang sukses meluncur darinya itu membuat hatiku menjerit. Ini sudah saatnya dia melepaskan sunset disaat keberadaannya begitu indah, namun hanya untuk dinikmati dari jauh.Creative Commons (CC) Attribution
1 part