[Season kedua dari : Do you remember your first cup of coffee]
Bahwasanya setelah patah dan hancur lebur bersama kehilangan bertubi-tubi yang ia rasakan di masa lalu, sebuah luka amat besar masih menghuni hatinya.
Medhya sadar bahwa hatinya tak siap menerima lelaki lain hingga ia menolak lamaran Akbarra Hadinata, yang bertahun-tahun menunggunya dengan sabar.
Lalu, bagaimana bisa insiden penolakan itu justru berujung dengan pertemuan yang tidak terduga?
Medhya tidak tahu, ini disebut karma atau kutukan. Yang manapun itu, sama-sama tidak menyenangkan.
Sebab, ketika masa lalu yang menyedihkan itu datang, satu persatu luka Medhya yang telah sembuh kembali berlubang.
Semuanya berantakan.
Pertanyaannya, jika dulu lelaki itu menghancurkannya sedemikian rupa, apakah kali ini ia mampu menebus kesalahannya ; seperti apa yang ia janjikan?
Atau justru, Medhya akan hancur lagi, lebih parah dari empat tahun lalu?
"Sudah cukup main-mainnya. Sekarang, saatnya kamu kembali denganku, Zaline."
Sialnya, Medhya masih berdebar-debar ketika menatap matanya yang kebiruan.
Hati Medhya masih mendamba lelaki itu dengan sangat.
Petaka.
Benar-benar petaka.
❗Warning : bab 57-60 sudah dihapus. Bisa dibaca di karyakarsa jika berkenan. Terimakasih 🙏
Orlando Jaska dikenal sebagai selebriti ganteng, penyanyi dengan heavenly voice, dan playboy menawan yang bisa membuat tipe MBTI cewek-cewek berubah menjadi MLYT alias mleyot.
Namun di mata Savana Citra, Lando itu nggak lebih dari sekadar selebriti pengidap sindrom sadar pesona, orang iseng kurang kerjaan, dan heartbreaker menyebalkan.
Harusnya Citra menghindari Lando, mimpi buruknya. Tapi keadaan justru membuatnya harus kembali bersinggungan dengan teman sejak kecilnya itu. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa Lando adalah satu-satunya solusi agar dia bisa mendapatkan uang demi membereskan masalahnya.
Selain menekan ego dan gengsinya, Citra harus mati-matian menahan diri untuk nggak terpengaruh dengan skill flirting Lando. Nggak sengaja jatuh cinta sama Lando pasti akan sangat merepotkan. Dan Citra belum siap, atau bahkan tidak pernah siap untuk menghadapinya.