"Apa?? Menikah?!"
"Iya, kenapa? Apa kamu tidak mau menikah?"
"Bukan begitu, Bi. Tapi Iqbal kan masih kuliah, kerja juga belum pasti, masa mau nikah, Bi? Nanti istri sama anak Iqbal mau makan apa?"
"Yaaa makan nasi lah, Bal. Masa mau makan rumput?"
"Astagfirullah, Abiiii"
"Mau atau tidak?"
"Maaf, Abi. Iqbal tidak bisa menikah sekarang. Iqbal ingin selesaikan kuliah Iqbal dan bekerja terlebih dahulu."
Hening.
Tanpa diundang, rasa kecewa itu datang melingkupi Abi. Sepatah kata pun tak terucap. Bingung pun menyergap Iqbal. Tidak tahu harus berbuat apa. Di satu sisi Iqbal tidak ingin Abi kecewa, dan di sisi lain Iqbal ingin menyelesaikan kuliah dan bekerja. Mata yang tertunduk mengisyratkan kekecewaan.
"Sebaiknya kamu pikirkan lagi" kata Abi sambil berdiri dan berjalan meninggalkan Iqbal sendiri.
Seorang laki-laki beralis tebal, berbadan tinggi, memiliki mata berwarna kecoklatan, serta rambut dan baju yang selalu rapi. Baginya menikah adalah awal sebuah keluarga dan merupakan komitmen seumur hidup. Iqbal merasa belum siap jikalau harus menikah dalam waktu dekat ini, apalagi dengan perempuan yang belum ia kenal seluk-beluknya.
Apakan Iqbal akan berubah pikiran dan menerima permintaan Abi? Ataukan dia bersikukuh pada pilihannya untuk menyelesaikan kuliah dan bekerja namun membuat Abi kecewa? Dan siapakan perempuan itu hingga Abi sangat ingin menikahkan putra kesayangannya?