Hidup Kaila di SMA Nusa Karsa selalu terasa sederhana dan penuh warna.
Bersama Amel yang selalu riang, Lily yang diam-diam paling penyayang, dan Bianca si pendiam namun paling pengertian.
Dan Dia-si pemilik tatapan biru teduh-yang setiap senyumnya selalu berhasil membuat hari-hari Kaila terasa lebih ringan.
Kaila pikir ia sudah punya segalanya:
tempat pulang, tempat berbagi cerita, tempat merasa aman.
Sampai suatu hari, ia masuk ke perpustakaan sekolah yang sunyi-
ruangan yang bahkan tidak pernah ia perhatikan sebelumnya.
Di sana, sesuatu terjadi.
Bukan kejadian besar... hanya suara samar, selembar pembatas biru,
dan perasaan hangat yang muncul begitu saja tanpa alasan.
Sejak saat itu, ada yang berubah.
Tidak mencolok, tapi terasa.
Setiap kali ia melewati rak buku, dadanya berdebar tanpa sebab.
Setiap wangi kertas lama terhirup, ada sesuatu yang membuat hatinya menghangat.
Dan setiap ia termenung terlalu lama... rasanya seperti ada seseorang yang memanggilnya pelan.
Bukan dengan suara.
Dengan perasaan.
Di tengah semua kehangatan hidup barunya, Kaila mulai merasakan tatapan itu-tatapan lembut dari kejauhan,
seperti seseorang sedang memastikan ia baik-baik saja.
Seseorang yang tidak pernah menyapanya,
Tidak pernah mendekat.
Hanya berdiri diam...
namun terasa lebih dekat daripada siapa pun.
Kaila tidak tahu apa yang sebenarnya ia cari.
Ia hanya tahu satu hal:
Ada sesuatu yang hilang darinya.
Dan ada seseorang yang menunggu ia menemukannya kembali.
Pelan-pelan.
Tanpa paksaan.
Seperti rasa rindu yang bahkan belum ia pahami.
Zevanya memang ingin memiliki kakak laki-laki karena dia anak tunggal satu-satunya, gambaran kakak laki-laki yang baik, perhatian dan tampan adalah impiannya.
Lalu, permintaan itu di kabulkan.
Tiga kakak laki-laki sekaligus yang amat berbeda kepribadian.
Kaizar yang datar dan tenang
River yang perhatian dan lembut
Sedangkan Jayden yang cerewet dan ceria.
Ini lebih seperti kedamaian hilang dalam hidupnya.