Hai, ini aku. Panggil aku sesukamu karena aku tak suka memaksa apalagi dipaksa. Namun, jika aku meminta dipanggil tanpa rasa bukannya tak mengapa? Aku ada bermula dari luka. Luka yang mungkin tak seberapa. Namun, aku sadar bahwa asa dan bahagia masih ada. Masih bisa aku raba. Ya, aku sadar sepenuhnya sadar. Luka itu ada tidak tanpa alasan. Ketika logika sudah mencampuri urusan rasa maka di situlah permulaan luka. Tidak ada salahnya mengikutsertakan logika dalam rasa. Justru memang aku rasa seharusnya demikian. Atau bisa juga aku keliru? Tentu. Terlalu banyak perseteruan batin dan pikiran yang telah aku tamatkan. Mereguknya bagaikan mengunyah dan menelan silet dengan keinginan bukan paksaan. Sudah kubilang, kalau aku sama sekali tidak suka yang namanya pemaksaan itu, 'kan? Walau tetap ada pengecualian. Aku akan sangat merasa bersyukur jika dipaksa melakukan kebaikan.