*Catatan kecilku. "Gimana rasanya hidup tenang? Isi kepalaku sangat berisik, jiwaku seakan sudah mati, obat antidepresan yang ku telan terus menerus sudah seperti permen dimulutku. Apakah aku hidup di dunia ini benar-benar hina? Aku sendirian di dunia ini. Yah, benar-benar sendirian. Terima kasih untuk kalian yang sudah memberiku semangat walau itu semua hanya semu..." -A.t/1997/ ... "Kamu sakit." Kata Psikiater itu menatapku sedih. Aku tahu apa yang psikiater itu maksud. Kepalaku yang tertunduk langsung terangkat perlahan dan menatap psikiater itu sambil tersenyum. Psikiater itu semakin sedih melihatku, ia sepertinya tidak tahu mau berbicara apa lagi. "Aku akan memberikanmu banyak kanvas, namun berjanjilah untuk tidak melukis di tangan indahmu itu" lelaki berjas putih itu keluar dari ruangan dan meninggalkanku sendirian. Aku diam sejenak lalu tertawa keras, seakan-akan kepedihanku mulai meluap dan tak terbendung, aku terus tertawa sampai akhirnya air mataku keluar tanpaku sadari "kamu miris sekali" kataku pada diriku sendiri.