Kadang menjadi begitu terlambat menyadari sesuatu akan membekaskan rasa sakit yang tak lekang oleh waktu. Saat cerita yang kelewat singkat dilalui menghantarkan pada sakit yang menghantui. Safir sudah merasakannya. Dua kali dalam hidup ia seperti dipermainkan rasa. Nila yang tak mau melihat. Dan Bianca yang pergi pada sesuatu yang tak terlihat. Ketika sepi melanda. Bukannya pada dunia yang luas, hanya pada dunianya sendiri yang tiba-tiba runtuh. Safir merasa begitu buruk di mata Bianca. Merasa begitu lelah di hadapan Nila. Dan malam itu, harusnya ia berusaha lebih keras. Saat si gadis berkata, "Aku pamit pulang, ya." Harusnya Safir membujuk lebih tegas. "Biar aku yang antar." Kenyataannya, Safir menjadi begitu terlambat. Saat rasa itu mulai tertambat. Hatinya justru sakit tanpa ada yang membebat.