Lelaki itu menggenggam erat tangan gadisnya yang mulai memucat.
"Bertahan sayang kamu pasti bisa,"ujar lelaki itu.
Sedangkan gadis yang kini berlumuran darah di bajunya terutama pada bekas tusukan itu terbaring tak sadarkan diri.
Ambulans melaju dengan cepat dengan sirine yang terus berbunyi,meskipun tengah malam entah mengapa jalanan tak kunjung sepi,tak biasanya begini.
"Maafkan saya yang tidak bisa menjaga mu Qiana,"ucapnya makin terisak.
"Masih jauh pak?"tanya gus Aidan.
Sopir ambulan itu menggeleng,"kurang 10 menit lagi pak,"jawabnya spontan.
"Tolong di percepat,"titah kakak dari gadis itu.
"Baik,"tandasnya lalu pak sopir tancap gas kebetulan mereka sudah memasuki jalan yang mulai sepi.
***
Seorang wanita tersenyum lebar pada gadis yang berdiri jauh di depannya,gadis itu menatapnya kaget entah mengapa dia sangat terkejut melihat seseorang yang di cintainya yang telah lama pergi sekarang berada tepat di depannya.
"Ini beneran bunda?"tanya Qiana benjalan mendekat pada wanita itu niatnya sih ingin memeluk bunda tercintanya yang telah lama tiada.
Wanita itu mengangguk seraya mengulurkan tangan.
Gadis itu berlari menghampiri Wanita bergamis putih itu,"bunda Qiana kangen,"ujarnya seraya memeluk erat dengan air mata yang tak terasa mengalir.
"Bunda jangan pergi lagi,"
"Qiana gak mau bunda pergi untuk yang ke dua kalinya,"
"Qiana maunya sama bunda,"ucap Qiana.
"QIANA?!"suara bariton terdengar jelas di telinganya.
"QIANA kamu sudah sadar?"lagi-lagi suara bariton itu terdengar.
Ia memejamkan matanya perlahan membukanya kembali,pengelihatannya samar samar tetapi lama-lama menjadi jelas kembali,sinar lampu yang menyilaukan membuat Qiana sedikit menyipitkan matanya.
"Alhamdulillah Qiana kamu sudah sadar,"seru gus Faeyza dengan air mata terharu.
Tak ada tenaga untuk berbicara,hanya saja ia melihat dokter yang tengah memeriksa keadaannya dan gus Faeyza yang tersenyum lega.
***