"Hai bagaimana kabarmu? Aku dengar-dengar kamu sangat kelelahan setelah bekerja seharian. Memikul padatnya setiap sudut kota Jakarta dengan semua hiruk-pikuknya. Cepat dan dinamis, hingga kau sering mengorbankan ego dan jati dirimu agar tidak tertinggal oleh kehidupan yang katanya harus dirayakan dengan meriah ini. Jangan lupa rehat sejenak untuk menerka-nerka sisi kehidupan mana yang harus ditata dan diperbaiki kembali." Novel ini menceritakan tentang bagaimana Bestari, Bentala, dan Baskara merakayakan setiap huru-hara kehidupan dengan sederhana setelah kepergian bapak. Lika-liku dan kehidupan yang seringkali tidak adil bagi orang-orang marginal yang kesusahan secara ekonomi membuat mereka mendapatkan sebuah pelajaran berharga tentang menjadi manusia yang memanusiakan manusia.