Di penghujung nafas dia memaksa untuk mengembangkan seulas senyum, sambil berbisik tepat di telingaku, "Kamu tau kata apa yang aku sukai untuk menggambarkan hubungan kita berdua, Ra?" "Apa?" "Selaras. Kita semestinya ditakdirkan untuk saling memiliki rasa yang sama. Masing-masing menjadi pemilik rindu yang hanya sekian lama dipendam. Menjadi objek yang paling banyak sebagai tokoh utama di setiap cerita," ujarnya pelan lalu mencipta jeda untuk mengatur nafas. "Selaras. Hati kita mungkin ditakdirkan untuk selaras, Ra. Tapi tidak untuk kehidupan dunia. Entah kali kesekian aku merasa cemas, dan mungkin sekarang ini yang paling aku takutkan." Tiba-tiba dadaku terasa sesak. Tubuhku menghangat ketika jemarinya menyentuh tanganku pelan. Wajahnya yang bersih itu diterpa sinar matahari yang mulai berwarna jingga. Sementara pandangannya jauh melesat ke depan seolah menembus rimbun dedaunan pohon yang ada di hadapan. "Selaras. Ingat itu, Ra. Selamanya aku tidak akan lupa tentang kita, dan kuharap kamu juga. Percayalah, apa yang direncanakan Tuhan jauh lebih indah daripada rencana makhluk-Nya. Pun tentang kematian yang bisa datang kapanpun tanpa ada persetujuan." Hatiku tertohok mendengar kalimat terakhir yang meluncur keluar dari mulutnya. Aku merasakan ada getaran dari suaranya. "Selaras. Semoga Tuhan berbaik hati membuat kita kembali selaras di kehidupan sesudahnya. Ya, terdengar egois memang, tapi apa boleh buat kalau sudah terlanjur jatuh cinta, Ra?" Tubuhku benar-benar seperti terasa disengat. Tidak terasa buliran itu lolos jatuh dari pelupuknya. Kubalas erat genggaman tangannya yang kian melemah. Ia susah payah mengatur nafas, "Maaf, waktuku tidak banyak, Ra. Sudah saatnya aku pulang." NAH LOHH... Apa maksud dia barusan? Apa yg terjadi sebenarnya? Tuh, jadi penasaran, kan? 😌🤭 Pantau terus kisah mereka kawal sampai selaras dunia akhirat!! wkwkw 🤘🤣 Jangan lupa vote dan tinggalin jejak yak! Happy Reading! 🤗😍