Kantin sekolah adalah tempat berkumpulnya semua angkatan. Apalagi yang mereka cari kalau bukan sarapan yang merembet menjadi makan siang. Kios-kios berjajar dari pintu masuk hingga ujung. Menjual berbagai makanan yang berbeda. Pukul sepuluh pagi adalah jam istirahat SMA 1 GARUDA. Baik dari kelas sepuluh hingga dua belas semuanya berkumpul berburu makanan. Kantin yang hanya satu dan berada di pojok belakang sekolah membuat para siswa berdesak-desakan mengantri makanan. Sana gadis 17 tahun duduk manis di kursinya di temanin tiga sahabatnya. Pesanan mereka baru saja datang. Begitu pesanan datang mereka langsung melahap makanannya masing-masing. Kecuali Sana, gadis dengan rambut terurainya itu malah melihat ke satu titik di tengah meja kantin. Iris di balik kaca minus itu mengawasi kegiatan gerombolan di meja tersebut. Sana menghembuskan napasnya kasar, seketika rasa lapar melilit tadi hilang terbawa emosi. Napsu makannya hilang di gantikan rasa cemburu yang membara. Dengan cepat Sana melepas kacamata minusnya. Setidaknya dirinya mengatasi rasa cemburunya dengan tidak melihat apapun di depannya. Rabun Sana tidak separah itu tapi cukup dapat mengaburkan sumber rasa cemburu itu. Lebih baik dirinya makan sekarang, walaupun sakit hatinya masih terasa lebih baik tidak membuat penyakit baru di lambungnya. Tapi apakah bisa? Di saat Sana mencoba fokus dengan makanannya suara tawa semakin keras terdengar. Menambah luka hati baru yang semakin besar. Raka, pacar Sana dengan teman temannya tengah tertawa keras memicu perhatian. Jika di lihat sekilas tidak ada yang salah. Tapi bagi Sana itu sebuah ancaman atas posisinya. Di tengah gerombolan lelucon itu ada dua mahluk yang melempar senyum di wajahnya. Si wanita menatap memuja dan si pria membalasnya tak kalah romantisnya. Pacar mana yang suka laki-lakinya dekat sekali dengan wanita lain. Tapi apa daya Sana, dirinya bukanlah pacar yang mengekang pacarnya seenaknya. Dirinya tidak seberani itu.
1 part