Dia membuka netra coklatnya yang langsung bertabrakan dengan langit-langit putih rumah sakit. Ia mengingat saat tubuhnya tertabrak truk dan berujung pada rumah sakit ini. Setelah mengobservasi kesekeliling ia menghela nafas lelah, ia sudah memperkirakan ini, tidak ada orang terdekatnya yang menjenguk atau bahkan menemaninya di rumah sakit. Ia sendirian, setelah mengalami semua ia tetap sendirian.
Rasa sakit yang telah diterimanya apakah akan terus ia rasakan? bisakah ia dapat menyembuhkan rasa sakit itu sebelum ia mati? ia tidak tahu.
.
.
.
Dia Rain, dan dapat melihat semuanya, rasa sakit di wajah perempuan yang selalu ia temui itu. Berulang kali ia melihat anak muda itu mencoba mengakhiri hidupnya dan berulang kali pula ia menyelamatkan gadis itu. Ia berfikir apakah sesakit itu?
.
.
.
Cendana gadis kecil berumur 9 tahun yang dapat melihat hal-hal yang tidak bisa dilihat oleh manusia atau biasa disebut dengan Indigo. Ketika perjalannya pulang dari stasiun kereta tua dekat rumah neneknya ia melihat seorang perempuan muda yang berusaha seakan menarik sesuatu dan berteriak-teriak, padahal tidak ada apa-apa di sana, hanya angin. Setelah itu, Cendana fokus ke kaki perempuan tersebut yang tidak menapak tanah. Ah, ternyata ia salah lagi dalam membedakan makhluk. Tapi, melihat perempuan tadi, dia ingin memeluknya dan mengatakan jika kakak tadi tidak sendirian, tapi dulu.
.
.
.
"Aku ingin memeluk kakak itu, tapi tidak bisa" Gumam Cendana.
"Saat melihatnya sepertinya aku pernah merasakan rasa sakit ini juga? rasa yang mencekik dan mendorong tubuh untuk berhenti bernafas" Gumam Rain.
.
.
.
Ketika seorang arsitek muda, tampan, mapan, dan dingin bernama Banyu Biru menyakini bahwa jodoh adalah cerminan diri, maka dia cukup percaya diri bahwa jodohnya kelak adalah seorang gadis pendiam yang santun dan tidak suka neko-neko.
Banyu Biru belum melakukan kodratnya sebagai makhluk bergender pria, yaitu memilih. Kepercayaan dirinya pada keyakinan tentang jodoh adalah cerminan diri, membuatnya belum menjatuhkan pilihan di usianya yang ke 28 tahun. Banyu belum menemukan gadis sesuai dengan apa yang dia yakini. Ditambah lagi, jejak masa lalunya yang pernah merasa jatuh cinta pada seorang gadis yang dirasanya adalah tipenya, membuatnya anteng saja di usianya yang sudah matang.
Pun ketika insiden sebuah mobil tertimpa pohon tumbang di kafe di depan kantor Dinas Tata Kota, membawanya berurusan dengan gadis bernama Dian Agni Pangestika, sang pemilik mobil. Agni yang cantik itu justru membuat Banyu terkaget-kaget karena gadis itu begitu blak-blakan dan seperti tidak berniat pelan-pelan saat membuat laporan ke kantornya.
Kata Banyu, dari gaya bicaranya, Agni itu berandalan. Gadis 22 tahun itu bahkan secara terang-terangan menatapnya dari ujung kaki hingga ujung kepala seakan melucutinya tanpa malu.
"Mas jodoh, tolong urusan ganti rugi ini dipercepat nggih? Saya harus pergi sekarang."
Kata-kata Agni itu seketika membuat Banyu Biru membuat benteng setinggi langit dan sepanjang garis cakrawala di depan Agni.
Banyu Biru dan Dian Agni dari kacamata kalian.