Dulu sekali, Ekal pernah mencaci maki dan tak menerima bagaimana dunia bekerja. Ekal pernah merasa kecewa, Ekal pernah merasa marah, Ekal pernah merasa lelah. Mengeluh sepanjang waktu dan selalu membenci hari esok adalah kebiasaannya. Muak jika dirinya sekali lagi terpuruk atas kehidupannya yang tak sempurna di mata orang banyak. Terlahir sebagai seorang anak tunggal yang di penuhi sepi. Merasa segalanya tak adil karena dirinya hidup dalam keluarga berkekurangan. Bangun dan tidur disambut kumuhnya udara. Tak seperti salah satu bocah sebayanya dengan keluarga super jaya yang ia dambakan. Tapi sekarang, dirinya berubah. Ekal tak lagi mau mengenali dirinya di masa lalu. Seorang Hekal Prasadi yang masih gemar menangis keras di usia 13 tahun karena tak mendapatkan sepeser uang pecahan sepuluh ribu. Bocah dengan hati buruk dan keras kepala yang membuatnya tak lagi sudi untuk mengenang masa kecilnya. Semuanya sudah tak lagi sama sejak Ekal beranjak dewasa. Sebuah kenyataan pahit, takdir yang nyaris membuatnya gila setengah mati, hingga cobaan berat yang selalu menderanya tanpa henti. Seiring berjalannya waktu, Ekal semakin mengerti perihal jalan hidupnya sendiri. Walau sulit, ia tak akan bisa berlari menghindari garis takdir. "Bapak, doakan Ekal bisa dapet kerja." "Biar Ekal bisa bawa Bapak sama Ibu keliling dunia sepuasnya." Hingga akhirnya, Ekal berani bersumpah jika hidup dan matinya telah ia serahkan sepenuhnya pada tangan Ibu dan Bapak. ©indahcahya