Seperti kucing, Nara percaya kalau ia memiliki delapan nyawa. Empat sudah ia habiskan dan hanya tersisa setengahnya. Anggara seperti sudah lelah melihat Nara berkali-kali mati dan hidup kembali. Bagaimana melepas? Ia tidak tahu caranya. Atau mungkin, ia tidak ingin. Di kali keempat, Ananta menemukan Nara terbaring pucat dengan punggung menempel pada lantai putih marmer yang dingin. Gadis itu sedang melukis sampai membuatnya lelah, terlihat kaku, dan mati. Jika ada yang kelima, akankah Anggara dan Ananta membiarkan Nara berkumpul dengan ketenangan yang selama ini ia nanti?