Olin memejam, susah payah bernapas, Brandon ada di atas tubuhnya saat ini.
Lelaki itu tahu kalau istri sementara-nya sedang menikmati sentuhan demi sentuhan yang Brandon lakukan. Rasanya masih sama seperti dulu. Meski sudah biasa, tetapi mampu membuat keduanya berdebar tidak menentu.
Sensasi setiap menit berbeda. Ada rasa sakit di hati. Tetapi Olin merindukan kehangatan Brandon. Perasaan itu kian besar saat ini, sulit disangkal. Sulit dihentikan. Disatu sisi, Olin tidak mau mengkhianati perasaannya.
Baiklah, Olin berkata dalam hati, khusus malam ini saja, lupakan Dimitria. Penuhi kebutuhan biologis Brandon. Toh, saat ini dia adalah suaminya. Menempel predikat kalau Dimitria adalah lelaki brengsek!
Dimitria pergi, tanpa pesan, berita dan kabar dihari pernikahan.
Untuk menutupi rasa malu, keluarga Olin menginisiasi pengantin pria pengganti Dimitria. Dan, keluarganya mengenali Brandon, yang saat itu datang sendirian.
Tidak tega melihat Olin, Brandon bersedia menjadi pengantin pria pengganti. Hanya sampai Dimitria kembali, itu perjanjian yang disetujui Brandon.
"Atau ... sampai bisa saya cekik Dimitria?" geram Brandon.
Olin menyadari kalau Brandon adalah pria beristri, tapi saat itu tidak ada pilihan lain. Jadi, Brandon dan Olin menyepakati, kalau mereka tetap menjauh. Dan akan bercerai ketika Dimitria kembali.
"Tidak ada gelagat mencurigakan sebelum pernikahan ini. Tapi, mengapa Dimitria menghilang begitu saja?"
Entah beberapa bulan, Olin seperti kehilangan akal. Kehilangan Dimitria seperti kehilangan separuh hidup dan jiwanya.
Hingga satu kejadian dalam hidup Brandon mengubah hidup dan perasaan keduanya.
SELESAI REVISI | CERITA SELESAI | PART LENGKAP
---
"Damar! Lepasin aku!"
"Fabian itu siapa, hah?! Kenapa kau akrab banget sama dia?!"
"Dia cuma teman, Damar! Lepasin aku!"
"Cuma teman?! Kau pikir aku bodoh?!"
"Da-Damar... Apa yang kau lakukan?!"
Namun Damar sudah tenggelam dalam emosinya. Jemarinya merobek paksa kancing kemeja gadis itu, satu per satu kancingnya beterbangan ke lantai.
"Jangan! Damar, tolong!" Air mata Chelsie mengalir, tapi tangannya tak mampu menahan dorongan kasar lelaki itu.
Semua terjadi begitu cepat. Suara gesekan kain, tubuh yang meronta, air mata yang mengalir tanpa henti.
Dan akhirnya... semuanya hancur.
Keheningan yang menyesakkan memenuhi ruangan setelah semuanya berakhir. Nafas Damar masih terengah, tubuhnya kaku, jari-jarinya masih mencengkeram sprei yang berantakan. Baru saat itu ia sadar... apa yang baru saja ia lakukan?
Di depannya, Chelsie terdiam dengan tatapan kosong. Roknya sudah tersingkap, kemejanya terbuka berantakan, dalamannya entah ke mana. Air mata terus mengalir, membasahi pipinya yang pucat.
Damar menatap tangannya sendiri, seolah baru sadar bahwa jemari itulah yang telah merusak segalanya. Ia mencoba mendekat, tapi Chelsie tiba-tiba menjerit dan melempar benda apa pun yang ada di dekatnya-bantal, gelas, bahkan jam meja yang nyaris mengenai kepala Damar.
"Pergi! Jangan sentuh aku! Dasar monster!" Suaranya pecah dalam raungan penuh kebencian dan luka.