Aku ingin beranjak dari kursi ini. Menyudahi drama perih ini. Tolonglah, aku takut tembokku runtuh. Jujur aku tak pernah melihatnya menangis sesakit ini. Aku harus segera pergi. Tapi tak bisa. Kami berada dalam Bus kosong. Aku duduk di salah satu kursi penumpang, dan kau tahu, dia berdiri tepat dihadapanku. Bisakah kalian temukan caraku agar bisa pergi sekarang?
Semua rombongan sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Sedangkan aku, di sinilah; terjebak bersama orang yang sangat tidak ingin aku temui.
Tangan kanannya yang sadari tadi mengunci pergerakanku kini dia turunkan. Aku kira dia akan membiarkan ku pergi, tapi ternyata tidak. Tangan kanan itu bergetar, dengan ragu turun menyentuh pipiku. Mengarahkan wajahku agar menghadapnya.
Lagi. Deru nafasku mulai tidak beraturan. Dadaku sesak dibuatnya. Sial, aku tau apa yang akan dia lakukan. Tangan kanannya mulai mencengkram daguku. Aku memberontak. Tidak, tolong, jangan lagi. Aku menangis deras. Sakit. Kenapa dia seperti ini. Jahatnya dia. Aku tak menyangkan lelaki-ku seorang monster. Tidak, dia bukan lelaki-ku. Tidak pernah.
Ku tutupi mulutku dengan kedua tanganku sekuat yang aku bisa. Tapi sama sekali dia seperti tak peduli. Dia tetap mencium tanganku yang sejajar dengan mulutku. Bahunya bergetar. Tangisnya pecah. Lagi.
Aku bingung, sebenarnya apa yang dia rasakan. Kenapa dia seperti buas kelaparan, tapi sangat menyedihkan.
Edgar merasa beruntung memiliki Flora sebagai kekasihnya. Tak peduli jika Flora adalah gadis nerd disekolahnya.
Hanya orang bodoh yang tak menyadari betapa sempurnanya seorang Flora Ayumi Maharani.