Jalan yang ditempuh semakin terjal, udara mulai tercemar dan sinar matahari terasa sangat panas dampak perubahan iklim. Empat tahun sudah aku mengenal Senjani. Wanita karir itu sangat ingin menikah, kendati sebelumnya bercita-cita tidak menikah supaya dapat fokus membahagiakan kedua orang tua dan adik-nya.
Jani selalu tampil apa adanya. Tidak pernah menutupi apapun, mengeluh, marah, menangis, tertawa terbahak-bahak, tersenyum cengengesan dan tersipu malu.
Aku berusaha optimis menapaki jalan setapak, kendati banyak beban dipundak. Aku teringat ucapan Jani. "Hidup kita sudah terlalu pelik, kenapa kamu masih ingin peluk?"
Aku anak pertama, memiliki tiga orang adik yang usianya tidak berbeda jauh. Senjani anak ketiga dari empat bersaudara, dua kakaknya menikah muda dan pergi meninggalkan keluarga. Jani mengambil alih tanggung jawab dua kakaknya, memperpanjang nafas keluarganya dan membiayai sekolah adik-nya.
Kita memiliki cita-cita yang cukup realistis sebenarnya, menikah dan memiliki rumah. Tapi mampukah? kita menyebut perjalanan panjang ini cinta.
Sebuah pernikahan yang menyiksa bagi Kia, ia harus menikahi pria paling mengerikan yang pernah ia jumpai. Marco benar-benar pria yang tidak ada belas kasihan, dia bisa membunuh istrinya sendiri demi keinginannya sendiri, hal yang paling menyakitkan adalah saat Marco melempar tubuhnya dari lantai tiga dan yang membuat Kia tidak bisa berpikir dengan jernih adalah saat ia terbangun kembali setahun sebelum kejadian mengerikan itu.