Peristiwa ini terjadi ketika matahari sore bisa terlihat dari jendela ruangan kelas. Suasana disekitar diwarnai cahaya kuning yang temaram. Awan-awan menggantung terlihat dari kejauhan. Murid-murid lainnya sudah meninggalkan sekolah, hanya mereka yang mengikuti ekstrakurikuler yang masih ada di lingkungan sekolah. Aku masih bisa mendengar teriakan penonton dari klub sepakbola. Disana memang selalu banyak orang. Tapi di ruangan ini hanya ada aku dan dia seorang. Rasa gugup sudah menjalar keseluruh tubuh ku dari tadi, rasanya seperti kesemutan dari ujung kaki hingga ke kepala. Deru nafasku semakin memanas, seperti percampuran emosi yang tertanam dalam hatiku ingin segera meledak. Aku harus tenang. Pikirku dalam hati mengenyahkan segala emosi, meski sekujur tubuhku menolak dengan apa yang aku pikirkan. Perempuan itu berdiri tegak termangu menunggu apa yang ingin aku katakan. Waktu seolah berjalan begitu lambat, kehampaan ini begitu menyiksa. Cahaya remang yang menyelimuti seisi kelas membuatku tidak bisa melihat ekspresi yang dia tunjukkan. Rambut hitamnya yang panjang tergerai Indah bagaikan sebuah ornamen yang jika kau sentuh akan menjadi rusak. Aku harus mengatakannya saat ini juga! Aku meyakinkan diriku sekali lagi. Menelan ludah yang sebenarnya tidak kering. "A.. Aku sudah lama menyukaimu, jadilah pacarku!" Kata-kata itu langsung keluar dengan satu tarikan nafas. Rasanya begitu lega seolah setengah beban berat yang ada dipundakku hilang begitu saja. Namun jawaban itu segera muncul, menghancurkan segala ekspektasi ku. "Maaf, aku sedang tidak ingin berpacaran. Kalau begitu aku pamit dulu," katanya selagi menjinjing tasnya pergi meninggalkanku sendiri yang tengah mematung. "Eeehh?"