Hari itu langit kelabu. Mentari tak tampak, semuanya diselimuti awan abu. Angin dingin yang berembus menambah berat rasa gundah yang sedang menimpaku. Berat. Semuanya terasa semakin berat. "Aku tahu apa yang lagi kamu pikirkan." Tiba-tiba ia sudah berada di sisiku. Menatap ke arah yang sama. "Kok kamu bisa tau?" "Karena yang bisa bikin kamu begini cuma hal itu," jawabnya lalu tersenyum padaku. Ah, ternyata dia sudah semakin mengenalku dengan baik. Apa selama ini dia terus memperhatikanku? "Mm ... sebenarnya aku betul-betul nggak tau harus gimana lagi." "Aku nggak mau terus terikat oleh masa lalu. Aku ingin maju dan melupakan semua yang sudah terjadi. Tapi, masa lalu seakan nggak membiarkanku dan terus mengejarku. Aku merasa dihantui." Hening. Sejenak tak ada sahutan. "Mungkin, melupakan bukanlah satu-satunya cara untuk terbebas dari masa lalu." Ucapannya itu membuatku merasa bingung sekaligus heran. "Kalau bukan, terus apa?" "Entah. Tapi, ayo kita cari jawabannya bersama." Seketika rasa gundahku berangsur-angsur menghilang. Perlahan aku mulai melihat secercah cahaya setelah gelap yang lama melanda. Tenang, rasa yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Untuk pertama kalinya aku merasa tenang dari misteri hidup yang kuhadapi ini. "Karena kini, aku sadar bahwa aku tak akan sendirian untuk menghadapi semuanya." . . . . . . . . . . •Saturday, 10 August 2024 Update setiap akhir pekan (Revisi dari "You Are My Dream")