Abi Untuk An

"Kalau ingin menangis jangan sendiri." Ucap pria dengan setelan jas bewarna Pewter yang tiba-tiba duduk di samping perempuan yang tengah menangis.

"Pergilah!"

"Menangis sendiri dan sekarang meminta sendiri. Apa kau begitu menyukai kesendirian?"

"Tuan Abivandra, kupikir kau cukup terhormat untuk tidak mencampuri urusan orang lain. Jadi pergilah!"

"Kau sudah tahu namaku, jadi siapa namamu?"

"Pengganggu."

"Ariani Hanestha."

Gadis itu menoleh. Menatap heran pada Abi.

"Name tag mu." Jawab Abi.

"Aku minta maaf jika kehadiranku membuat tidak nyaman. Tapi sejujurnya aku tidak suka melihat seseorang menangis sendirian. Kupikir jika itu cukup menyakitkan, bawalah seseorang untuk menemanimu menangis. Setidaknya membuatmu merasa bahwa kau tidak sendiri." Lanjut Abi. Sementara An memberikan tatapan tak terbaca.

"Apa kau pikir seseorang benar-benar suka sendirian?" Tanya An menatap remeh pada Abi.

"Bisa iya, bisa juga tidak." Jawab Abi.

"Kalau saja takdir cukup baik pada orang sepertiku." Ucap An menatap birunya laut di depan sana. Sesekali deru ombaknya terdengar cukup keras menghantam dermaga.

"Kalau begitu kita bisa berteman. Kau bisa memanggilku jika kau merasa sedih." Ucap Abi memberi kartu nama.

"Trik lama." Jawab An mengacuhkan kartu yang di sodorkan Abi.

"Ck, aku tidak akan menggunakan hal remeh seperti itu untuk mendekati wanita. Kau pikir aku pria pasaran di luar sana?"

"Ya." Jawab An tanpa ragu.

"Baiklah. Terserah padamu. Tapi tak ada salahnya menerima ini. Mungkin suatu saat kau membutuhkannya. Jangan khawatir. Aku tidak seperti yang kau pikirkan." Ucap Abi memaksa meletakkan kartu namanya di genggaman An dan beranjak pergi.

"Ck, memangnya apa yang kupikirkan." Gumam An memasukkan kartu itu ke dalam saku blezernya.
Sementara pria itu beranjak semakin jauh dengan kekehan kecilnya.