"Kau! Sebagai sesama perempuan ku harap kau mengerti untuk menjauhinya tanpa perlu ku suruh! Jangan merebutnya dari ku!" Dengan suara tinggi wanita itu meminta. "Aku memang tidak mengerti, dan kenapa aku harus menjauhinya? Aku sama sekali tidak merebutnya darimu. Dia yang memilih untuk bersamaku" Meski sempat mematung beberapa saat mendengar penuturan wanita itu tapi ia tetap menjawabnya. "Karena janin ini milik Arsel! Arsel milikku dan milik bayi kami. JADI PERGI DAN JANGAN MEREBUTNYA LAGI DARIKU!" Ia menunjuk perutnya sendiri dengan suara gemetar karena amarah lalu berteriak setengah histeris di akhir kalimatnya. Dhea, bagai runtuh bumi yang di pijakinya. Sendi-sendinya terasa melemah membuat ia hampir tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya hingga harus dirangkul oleh kakak dan ibunya. Ia terus menggeleng dengan bibir terus bergumam mengatakan 'tidak'. Ia tidak ingin mempercayainya. Tidak mungkin Arsel mengkhianatinya sejauh itu di saat hari pertunangan mereka semakin dekat.