Brub:
Ini adalah cerita tentang sepotong hati bertemu hati yang lain hingga menjadi utuh sempurna. Dan menyempurnakan karena aku dan dia sama-sama tak sempurna.
. "Oke, untuk Adik yang dari tadi sibuk menulis coba maju," perintah Kak Arkaan.
Alamak! ucapku dalam hati. Terkejut, bingung, dan malu, itulah yang saat ini kurasakan. Ternyata di sela-sela percakapan santainya beberapa menit yang lalu bersama teman-teman, dia diam-diam memperhatikan gerak-gerikku. Mungkin, dia tidak nyaman dengan sikapku yang tak memperdulikan kedatangannya di kelas ini. Aku rasa, aku akan kena batunya kali ini.
"Maaf, Kak, apa boleh Rania baca dari sini?" tanyaku. Kutangkap sinyal kebingungan dari wajahnya, lalu aku mengatakan alasanku mengapa tidak maju ke depan kelas.
Aku menghela napas pelan lalu mulai menjelaskan padanya tentang kondisiku. Sungguh, sebenarnya aku tak enak hati mengatakan bahwa aku seorang penyandang disabilitas. Ada perasaan berbeda setiap kali aku menceritakan keadaanku pada orang asing.
Meskipun ini takdir yang harus aku terima dengan ikhlas. Hanya saja, hatiku terasa nyeri. Ya, cuma itu, tidak ada yang lain. Kak Arkaan mendengarku dengan seksama. Ada tatapan iba yang kubenci di sorot kedua mata lelaki yang terbilang menarik ini. Aku tak bisa bilang dia tampan, karena yang tampan bagiku adalah akhlaknya.
Aku kembali menarik napas perlahan, mengurangi ketegangan. Memberi waktu, mengatur ritme jantung yang berdegup kencang sampai terasa sakit kemudian mulai membaca apa yang aku tulis sejak tadi.
'Untuk kamu perempuan terindahku
Aku suka padamu
Sungguh berat kata itu kutunaikan
Juga beratnya rinduku untukmu
Meski diam adalah pilihan
Namun berkata suka padamu adalah keharusan yang kuperjuangkan'
-Dari Bahar untuk Mia Diandra-