12 parts Ongoing "Ke perpus tidur kayaknya enak," bisik Elga pada dirinya sendiri.
Pagi itu, Elga tidak diperbolehkan masuk kelas karena terlambat. Seharusnya, dia sedang berdiri di bawah tiang bendera dihalaman sekolah, tetapi karena matahari bersinar terik di atas cakrawala, pagi itu terasa sangat menyengat di kulitnya. Alih-alih tetap menjalani hukuman, Elga memilih menarik kakinya ke perpustakaan yang sejuk pagi itu.
"Biar keliatan baca buku, mending ambil sembarang buku buat bantal empuk, gak sih?" tanyanya pada diri sendiri.
Saat sedang memilih buku, tanpa sengaja Elga menyenggol seseorang di sebelahnya. Terkejut akan keberadaan orang yang baru saja ia senggol, ia tanpa sengaja menjatuhkan tumpukan buku di tangannya. Buku-buku berat itu pun menghantam kakinya.
Meringis kesakitan, ia refleks meraba punggung kakinya yang kini memerah. "Aduh, sakit..." ujarnya lirih.
"Kamu baik-baik aja?"
Seseorang tadi ikut berlutut dan mengelus punggung kaki Elga. Sang pemilik kaki yang terkejut pun refleks menegakkan kepalanya, menatap orang di depannya. Seketika, pandangan mereka bertemu.
Pupil mata Elga melebar sempurna, seperti mata kucing yang membesar saat terkejut. Seakan terjebak dalam momen yang melambat, matanya terpaku pada sosok di hadapannya. Wajah yang teduh namun tegas, dengan sorot mata yang sedikit tajam-entah kenapa, tatapan itu justru membuatnya sulit berpaling. Jantungnya berdebar tanpa permisi, dan untuk sesaat, dia lupa kalau kakinya masih terasa nyeri.
Elga tidak tahu, tapi sejak saat itu, wajah kakak kelas di depannya terus terbayang di kepalanya.