Di kota yang penuh kenangan dan jembatan yang memeluk waktu, dua jiwa saling bersilang-Cahaya, seorang perempuan yang mencari arti pulang dalam sunyi, dan Barat, laki-laki yang diam-diam menyimpan luka yang belum selesai. Pertemuan mereka bukan kebetulan, melainkan takdir yang dipoles oleh semesta dengan tangan lembut dan sedikit bumbu rindu.
Cahaya tak pernah benar-benar ingin jatuh cinta di Palembang. Tapi sejak mengenal Barat-dengan sorot mata yang teduh dan kata-kata yang seringkali terasa lebih jujur daripada diam-ia mulai bertanya, apakah luka masa lalu memang harus selalu disembunyikan?
Dari lorong-lorong kecil kota tua, senja di Jembatan Ampera, hingga heningnya Pulau Kemaro, mereka menyusun cerita perlahan. Tak ada janji, tak ada kata pasti. Hanya dua orang yang mencoba memahami apa arti menemukan, setelah lama hilang dalam diri masing-masing.
Di balik foto-foto yang diambil sembunyi-sembunyi dan kalimat-kalimat ringan yang ternyata menyimpan rasa, mereka belajar bahwa cinta tak selalu datang dengan gegap gempita. Terkadang, ia hadir seperti cahaya sore-tenang, hangat, tapi meninggalkan jejak yang tak bisa dilupakan.
Dan mungkin... Palembang bukan hanya latar bagi cerita mereka. Tapi juga saksi bisu dari dua hati yang saling belajar: tentang memaafkan, mengenang, dan melepaskan.
Semua ini berawal dari kejadian yang seharusnya tidak di lakukan, hingga saat ini mereka lah yang harus menyelamatkan kesengsaraan ini.
Memang sulit melawan seseorang yang kuat dan hebat. Tapi ternyata, terdapat suatu hal rahasia yang membantu pengorbanan mereka untuk melawan sang pangeran kegelapan.
Bacalah untuk memecahkan semua misteri ini.
.
.
.
🔮