Mencintai Alvian seorang diri adalah hal yang menyakitkan. Itu yang Laura rasakan selama 5 tahun. Bahkan Tuhan telah menganugerahkan mereka seorang anak sebagai pelengkap kebahagiaannya. Tapi, sikap acuh, cuek dan dingin itu tak pernah berubah. Kelucuan anak mereka hanya mencairkan suasana sesaat, sumbu hangat sebesar lilin ditengah lembah es batu. Sebelum mereka menikah, mungkin Laura merasa menjadi gadis yang paling beruntung di dunia karena memiliki Alvian. Tapi, mengapa setelah mereka menikah, Laura merasa sebaliknya? Alvian yang bersikap hangat dan manis itu hilang entah kemana. Dan pasca kehamilan pertamanya membuat perasaan Laura kacau. Ia terpuruk seorang diri. Mungkin, Laura tidak akan pernah ingin hamil lagi. Untuk tidak semakin melukai perasaan diri. Dan kini Laura ada dititik merasa tak lagi dicintai, tak lagi diinginkan, tak lagi diharapkan. Sampai pernah berpikir, jika keluarga mereka suatu hari nanti ada diujung jurang, situasi yang amat mendesak, Laura rasa Alvian tak akan memilihnya lagi. Alvian akan memilih anak mereka, atau orang lain sebagai teman hidupnya. Karena Laura, tidaklah berarti apa-apa. Kisah ini akan membawa pembaca ikut menyelam melihat kilasan masa lalu Alvian dan Laura. Bagaimana kepercayaan menjadi sumber kekuatan. Dan menyerah, adalah titik bermula es batu mulai terbentuk. 01 Januari 2024 Penulis, Karaveekaa
11 parts