"Kamu terluka karena Dia, terus kamu ngelampiasin rasa sakit kamu ke aku, istri kamu yang bahkan pada saat itu belum mengenal kamu. Lantas, apakah menurut kamu itu adil buat aku?" tanya Aisyah seraya menunjuk dirinya sendiri, netranya memerah dengan genangan yang sudah mengalir membentuk aliran sungai di pipinya. Tarikan nafasnya terdengar kasar, dadanya naik turun menahan kemarahan juga kekecewaan yang begitu besar.
"Kalau aku tahu kamu enggak benar-benar cinta sama aku, enggak benar-benar sayang sama aku, enggak benar-benar tulus sama aku, enggak mungkin aku mau menikah sama kamu." Aisyah menelan salivanya kasar, tenggorokannya terecekat. Sakit yang dirasakannya seperti akan meleburkan hatinya.
"Secinta apapun aku sama kamu, seingin apapun aku bersama kamu, enggak akan pernah aku mau dinikahi kalau hatimu tak sepenuhnya untuk aku," ucapnya lagi yang membuat Firman terdiam menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Kamu tahu? kamu bukan saja menyakiti hatiku, tapi kamu juga sudah merendahkan aku dengan terus memikirkan wanita lain padahal kamu sudah menjadi suami aku." Setelah mengatakan semua unek-uneknya, semua rasa sakit yang mengganjal di hatinya, Aisyah membalikkan tubuhnya meninggalkan Firman yang masih terpekur dalam diamnya.
Aku selalu terjatuh dan dia sendiri yang membuatku kembali berdiri lalu mengejarnya. Tak pernah berhenti membuatku berpijar padanya, namun ia sendiri yang tak pernah letih mengatakan bahwa aku bukan siapa-siapa.
Aku sudah mulai bisa melihat ujung dari hubungan yang sangat melelahkan ini. Aku tidak tahu, apa yang ia lakukan hingga mampu membuatku bertahan dengan sejuta rasa sakit yang aku rasakan.
Tapi maafkan aku, ku pastikan tak akan muncul lagi dihadapanmu