Keputusasaan dan kemiskinan kadang membuat seseorang berbuat di luar nalar, termasuk Pak Deden. Utang yang menumpuk, hinaan keluarga, dan perasaaan bersalah tidak dapat memberi kehidupan yang layak pada istri dan anaknya membuatnya nekad melakukan ritual pesugihan. Tanpa memikirkan risikonya, ia pun menjadikan darah Ara anak semata wayangnya sebagai tanda sahnya perjanjian. Kehidupannya memang menjadi lebih baik, namun setiap tahun ia harus menyediakan tumbal agar tak kehilangan anak semata wayangnya. Tanpa terasa, Ara pun telah dewasa. Ia yang awalnya tak tahu menahu akhirnya menyadari kalau kematian orang-orang terdekatnya karena menjadi tumbal pesugihan ayahnya. Tapi sampai kapan?