Apa kalian pikir, hidup mewah dengan harta segudang, sebagai nyonya rumah yang memiliki ratusan maid yang siap menuruti perintahmu adalah sebuah definisi dari hidup enak? Mungkin iya bagi sebagian besar orang, tapi tidak bagiku. Hidup di dalam rumah besar dengan barang-barang limited serta tundukkan kepala dari setiap orang yang melihatmu adalah hal biasa yang lama-lama memuakkan. Diikuti kemanapun kau pergi berkedok penjagaan membuatmu akan malas keluar dan tetap berada di dalam rumah, atau lebih tepatnya sangkar emas? Tidak ada kata menyenangkan di dalamnya. Takdir ya? Dijodohkan dengan seseorang yang tidak mencintaimu juga tidak kau cintai adalah sebuah ironi paling besar di dalam hidup. Di mana kalian tidak ingin terlibat tapi nyatanya kalian terikat, walau hanya berlandaskan sebuah dokumen kenegaraan yang menyatakan kalian adalah sepasang suami istri yang sah di mata hukum. Tapi siapa yang perduli akan hal itu? Kalau sekalipun matanya tak pernah tertuju padaku. Menikah dengan orang yang salah adalah penyesalan seumur hidup bagiku. Tidak ada jalan keluar. Tidak ada alasan untuk keluar karena semua kebutuhanmu sudah bisa ia penuhi. Tapi jika pertanyaannya tentang hati, tentu tidak mungkin. Tidak juga sekalipun aku berharap bahwa dia dan aku akan membangun rumah tangga layaknya orang lain, karena kami berbeda dengan semua orang itu. Ia tidak pernah membagi urusan hati padaku. Begitu juga aku. Ketika ku dengar ia memiliki wanita dan bahkan anak dari hasil hubungannya, ku pikir ini adalah waktu yang tepat untuk berbicara. Tapi lagi-lagi jawabnya tak sesuai ekspektasiku. "Urus saja hatimu sendiri. Jangan usik kehidupanku. Kau tahu kita di sini karena perjodohan bukan? Tak pernah sekalipun aku melarangmu mencari bahagiamu kan? Maka lakukanlah seperti bagaimana hal yang kulakukan. Temukan pria lain. Dengan catatan tidak ada perceraian di antara kita. Semudah itu, istriku" ya, istri yang dia akui jika di depan umum dan dalam menghadiri acara, itu aku Iris.