saat kusibak tirai kehidupan aku malu dengan hitam kelamku kundendangkan lagu bersama air mata yang kubiarkan mengalir bebas apa dayaku ? aku tak lebih dari seberkas tulang dan setumpuk daging yang diberi nama iri dengki menjadi satu tersapu bersama hadirnya derita disaat aku masih berdiri diatas kaki yang masih bergetar melihat mereka tertawa menertawakanku bukan tertawa bersamaku masih sendiri tiada harga diri untuk melawan dalam benakku aku berkata maaf aku bukan mainan malam ini kupejamkan mataku berharap dunia mendengar pintaku saat mentari menyongsong hari namun masih kudapati semua belum berubah jangan pandangi aku sebelah mata menulikan telinga mungkin adalah pilihan berangan akan jatuhnya bintang sebelum akhirnya mereka mengerti akan jeritan ini