"Maaf Ay" Dua kata yang diucapkan Jay, tapi otak Niena malah memproses dan mengartikannya dengan kalimat "Kita udahan yah Ay".
Neena menarik nafas dalam, berusaha mengurangi sesak didadanya tapi sepertinya tidak berefek sedikit pun karena rasa itu tetap ada. Dadanya tetap merasa sesak.
"Kak..." Ucapan Neena terhenti, tidak tahu harus berkata apa. Ingin berkata jika pria didepannya tidak bersalah. Namun, sepertinya percuma karena didepanya, Jay seakan menggambarkan isi hatinya. Wajahnya sendu, menyiratkan rasa bersalah dan menyesal dalam waktu bersamaan.
Entah sejak kapan Jay meneteskan air mata. Padahal tak jarang Neena disebut cengeng oleh orang-orang disekitarnya, karena hampir setiap saat menjadi yang pertama menangis.
Tangan Neena terangkat, mengusap pipi jay, yang terus mengalirkan air matanya pada kedua pipinya.
"Aku nggak apa-apa kak. Wajarkan buat salah?, apalagi diusia kita yang sekarang" Niena berucap dengan senyum yang ia usahakan dan bibir yang bergetar dengan kedua matanya yang berkaca-kaca. Didepannya Jay hanya menggeleng.
"Kita sampai disini aja yah Ay" Ucapan Jay yang disertai dengan isakan.
Mendengarnya membuat air mata yang sedari tadi ditahan Neena mengalir.
"Kak, Please" Neena mengambil satu tangan Jay dan menggenggamnya. Mencoba menahan pria yang ada didepannya.
"Nggak bisa Ay, Aku-"Jay menarik nafas dalam, "Kalau ngeliat kamu, aku semakin merasa bersalah Ay" Mendengar itu, Neena semakin yakin jika mereka benar-benar hanya bisa sampai disini, ditempat ini. Semuanya benar-benar berakhir di antara mereka berdua.
Sampai di sini kisahku saat masih remaja, saat masih muda, saat yang sangat menyedihkan saat itu. Namun, bisa dikenang sembari tersenyum dan sesekali tertawa karena sesuatu yang jika dipikir-pikir ternyata konyol.
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens.
"Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gue, rotinya yang enak banget atau emang gara - gara dari orang special?" Mahes bertanya sambil menatap tepat pada mata Aira.
"Eh.. Tuan mau?" Aira mengerjapkan matanya.
"Mau, gue mau semuanya!" Mahes merebut bungkusan roti yang masih berisi banyak, kemudian langsung membawanya pergi. Aira reflek mengejar Mahes.
"Tuan kok dibawa semua? Aira kan baru makan sedikit," Aira menatap Mahes dengan raut memelas.
"Mulai perhitungan ya lo sekarang sama gue."
"Enggak kok, tapi kan rotinya enak, Aira masih mau lagi," Aira berkata dengan takut-takut.
"Ga boleh!" Mahes langsung melangkahkan kakinya ke arah tangga menuju kamarnya. Aira langsung cemberut menatap punggung Mahes yang mulai jauh.
Cerita dengan konflik ringan