17 parts Complete Sejak dulu, ia selalu menjadi bayangan di antara mereka yang bersinar. Di sekolah, namanya hanya disebut saat mereka ingin menertawakan seseorang. Ia dihina bukan karena kesalahannya, tetapi karena dirinya yang berbeda. Ia tak memiliki kemewahan, tak punya pesona yang diidolakan, tak cukup kuat untuk melawan. Ia hanyalah anak lelaki yang sendirian, dikelilingi oleh tembok kebencian yang semakin hari semakin tinggi.
Setiap ejekan yang terlontar bagai belati yang menancap di jiwanya. "Aneh," "gagal," "tak seharusnya ada." Kata-kata itu bergaung, berputar dalam pikirannya, mengakar lebih dalam daripada yang seharusnya. Setiap langkah di koridor sekolah terasa lebih berat, setiap tatapan penuh penghinaan semakin menyempitkan dunianya. Hingga akhirnya, dunia terasa begitu sempit, hingga hanya ada satu jalan keluar.