Hidup yang teratur bukanlah hal yang mudah, terutama dalam dunia yang penuh dengan beragam tantangan ini. Di tengah gemerlapnya, terdapat dua kerajaan agung yang berdiri dengan kokoh: Kerajaan Eurossia, yang mematuhi berbagai aturan dan adat istiadat yang menghiasi kehidupannya, dan Alexandria, sebuah kekaisaran dengan sejarah yang tak pernah terputus, mengalir dalam darah keturunan keluarganya.
Kedua kerajaan ini diikat oleh tradisi dan adat yang mewarnai kehidupan di antara mereka. Ketika keturunan dari kerajaan-kerajaan itu lahir, mereka dididik untuk meraih "kesempurnaan". Namun, hanya segelintir orang terpilih yang bisa memasuki jajaran istimewa dari kedua kerajaan terbesar ini.
Anassia adalah seorang gadis yang patuh, memahami bahwa ia dilahirkan untuk menjadi bagian dari keagungan itu, karena kunci kesempurnaan itu berada dalam keluarganya. Namun, takdir yang tidak menguntungkan menghampirinya, di mana cinta dari suaminya, Lawys, tidak pernah tersalurkan sepenuhnya. Anassia menghembuskan nafas terakhirnya tanpa meninggalkan jejak keturunan, dan cinta yang dulu bersemi di hatinya terus mengalir, tak terbalas namun tetap abadi.
Hanya satu keinginan terasa mengemuka dalam relung jiwa Anassia: cintanya ingin terbalas, walau ia sadar takkan ada hidup kedua. Ia tak ingin berputar dalam lahir kembali, tak ingin hadapi pahitnya kehidupan dua kali lipat.
Namun, Tuhan memutuskan untuk mengirimkan jiwa seorang wanita muda bernama Rosetia, yang hidup di masa depan. Seorang pekerja keras, terpaksa menghadapi kematian kelaparan demi melindungi anaknya dari kepedihan dunia. "Rosetia," seru Tuhan dengan lembut, "aku membawamu untuk mengubah takdir tragis Anassia, mempersembahkan cahaya dan warna dalam kehidupanmu yang penuh tantangan. Ambillah hati suaminya, Lawys, seolah-olah kau adalah Anassia."
Hal yang pernah Rafa sesali dalam hidupnya, yaitu menaruh harapan pada seseorang yang tidak pernah menganggapnya ada.
Dibenci, dihina dan disakiti baik fisik dan batinnya, seakan sudah menjadi makanan sehari-hari bagi remaja yang berusia 17 tahun itu.
Memangnya apa salahnya?
Dia hanyalah, seorang anak yang ingin merasakan keluarga yang sesungguhnya. Bahkan demi mendapatkan hal itu, dia mengabaikan perasaaannya sendiri dan bahkan menjadi orang jahat. Sehingga membuatnya semakin dibenci.
Rafa menyesal. Menyesal pernah berharap agar suatu hari mereka bisa melihat dirinya sebagai saudara dan seorang anak.